Text
The Journalist : Bacaan Wajib Wartawan, Redaktur & Mahasiswa Jurnalistik (Edisi 3)
SEJAK beberapa tahun belakangan ini, dunia informasi/jurnalistik di banyak negara termasuk Indonesia dikacaukan oleh maraknya Hoax. Hoax bermunculan begitu deras dan beredar di mana-mana khususnya lewat media jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, WatsApp, BBM, SMS, dan sejenisnya. Hoax memang berupa informasi. Bahkan bentuknya sangat mirip dengan berita yang tersiar lewat media-media mainstream seperti koran, televisi, majalah, tabloid, dan radio. Sayangnya, lantaran Hoax cenderung lebih heboh dan memikat pembaca atau pendengarnya, banyak orang begitu gampang tertarik dan percaya dengan Hoax. Celakanya, Hoax juga begitu gampang memprovokasi pembaca atau pendengarnya. Maka, tidak jarang Hoax menjadi bahan polemik pertengkaran dan keributan di masyarakat.
Padahal, kalau saja masyarakat mau lebih teliti dan selektif menerima informasi, tidaklah mudah menjadi korban Hoax. Tingkat kebenaran informasi Hoax sangatlah meragukan. Seolah ada kejadian atau peristiwa, padahal tidak ada. Seolah ada pernyataan atau omongan seseorang yang dianggap penting, padahal cuma isapan jempol. Alhasil, Hoax hanyalah berita palsu, yang tak ada dalam kenyataan. Dengan kata lain, Hoax adalah berita tidak benar, fiktif alias bohong belaka.
Contohnya: Sekali waktu, mantan Presiden BJ Habibie dikabarkan meninggal dunia. Beritanya pun secepat kilat langsung jadi viral di media sosial. Padahal yang bersangkutan sedang duduk santai di perpustakaan rumahnya. Penyanyi Iwan Fals pun dikabarkan tewas akibat kecelakaan lalulintas. Para penggemarnya pun langsung sedih dan bertanya-tanya. Padahal Iwan tengah asyik bercengkrama dengan keluarga di rumahnya.
Contoh Hoax lainnya: Pada awal 2017 tersiar kabar bahwa ada jutaan pekerja asal China masuk atau datang ke Indonesia. Kabar ini tentu saja merisaukan masyarakat, karena dapat menjadi pesaing bagi para pekerja di Indonesia. Pekerja dalam
Tidak tersedia versi lain