Perpustakaan Universitas Buddhi Dharma

  • Beranda
  • Informasi
  • Berita
  • Bantuan
  • Pustakawan
  • Area Anggota
  • Login Admin
  • Pilih Bahasa :
    Bahasa Arab Bahasa Bengal Bahasa Brazil Portugis Bahasa Inggris Bahasa Spanyol Bahasa Jerman Bahasa Indonesia Bahasa Jepang Bahasa Melayu Bahasa Persia Bahasa Rusia Bahasa Thailand Bahasa Turki Bahasa Urdu

Pencarian berdasarkan :

SEMUA Pengarang Subjek ISBN/ISSN Pencarian Spesifik

Pencarian terakhir:

{{tmpObj[k].text}}
Image of Sejarah Buddhisme di India
Penanda Bagikan

Text

Sejarah Buddhisme di India

Taranatha - Nama Orang;

Taranatha, atau Kunga Nyingpo (1575-1635), adalah salah satu cendekiawan terbesar yang pernah dilahirkan oleh Tibet. Terlahir dalam keluarga penerjemah terkenal, Dorje Drak, pada umur 4 tahun ia dikenali sebagai reinkarnasi dari Kunga Drolchok (guru besar pemegang silsilah dari tradisi Buddhis Jonangpa, Shangpa, dan Sakyapa di Tibet). Meski lahir sebagai orang Tibet, ia mengadopsi nama ‘Taranatha’ setelah konon didatangi oleh seorang India dalam visinya, yang meyakinkan dirinya bahwa nama aslinya adalah Taranatha. Sebagai sosok utama dalam tradisi Buddhisme-Tibet, ia juga sekaligus dipandang sebagai negarawan berpengaruh di Tibet abad ke-17 (berhubung Tibet di masa itu adalah negara teokrasi).

Selain menulis aneka risalah dan komentar tentang aspek filosofis dari Buddhisme (layaknya kaum cendekiawan Tibet di masa itu), ia juga menceburkan diri dalam sebuah proyek yang hampir-hampir jarang disentuh oleh koleganya, yakni menulis sejarah Buddhisme di India. Buku Sejarah Buddhisme di India rampung pada tahun 1608. Sesuai judulnya, yang mencantumkan kata ‘India’, karya ini dapat ditafsirkan sebagai upaya penggambaran sejarah India secara umum, meski perspektif yang diambil adalah perspektif agama – raja-raja dan dinasti-dinasti yang silih berganti naik ke tampuk kekuasaan dibahas dalam kaitannya perkembangan Buddhisme yang mengiringinya. Di sisi lain, karya ini juga bisa dilihat sebagai gambaran sejarah Buddhisme secara khusus (tepatnya, sejarah Buddhisme di India). Sifat rangkap dari karya ini mencirikan posisi Taranatha sebagai cendekiawan Buddhis pada umumnya, sekaligus upaya kreatifnya dalam mendobrak sekat antara ‘sejarah sebagai urusan duniawi’ dan ‘agama sebagai urusan spiritual’.

Tesis utama Taranatha mungkin berbunyi: agama tak bisa dipisahkan dari konteks sosio-politik tempat ia tumbuh subur. Di sini, para pengkaji sejarah maupun politik India, mau tak mau, mesti mempertimbangkan karya Taranatha untuk memahami milenium pertama dalam sejarah India. Tak hanya pegiat sejarah dan politik, mereka yang berkecimpung dalam ranah sastra dan logika India juga tak diragukan bakal meraup manfaat dari karya ini, yang memang pada dasarnya adalah cuplikan karya-karya sastra dan logika yang dirangkum dalam satu buku (tak ada yang mengejutkan dari pernyataan ini, karena semua kitab Buddhis di masa itu ditulis dengan gaya sastrawi dan hampir pasti mengulas logika di dalamnya).

Taranatha menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menghidupkan kembali tradisi Jonangpa, baik dengan menugaskan para seniman untuk membuat lukisan-lukisan kelas dunia yang menghiasi biara-biara Jonangpa ataupun dengan menugaskan dirinya sendiri untuk melambungkan tradisi intelektual Jonangpa dalam kancah Buddhisme-Tibet (dan memang, ketenaran Jonangpa dalam tradisi filsafat sampai hari ini berutang banyak pada sosok Taranatha). Terlepas dari kualitas mumpuni dari karangannya tentang instruksi meditasi, sistem Tantra, tata cara ritual, dan aspek Buddhis lainnya, karya Taranatha yang paling tenar adalah catatan sejarahnya, yang terinspirasi dari perjumpaannya dengan para yogi dan cendekiawan India yang berkunjung ke Tibet (termasuk Buddhagupta, gurunya yang ditemuinya pada usia 14 tahun).

Di pengujung hidupnya, Taranatha menjadi saksi dari pergumulan politik di Tibet, yang menyebabkan ditindasnya tradisi Jonangpa oleh rezim yang berkuasa di Tibet Tengah. Secara retrospektif, barangkali Taranatha akan mengamini catatan sejarah yang dikarangnya berpuluh tahun sebelumnya, bahwa perkembangan agama itu selalu berkelindan dengan gerak sejarah dan konteks sosio-politik suatu masyarakat.

Dalam Sejarah Buddhisme di India, Buddhisme ditelusuri mulai dari masa-masa paling awal, termasuk periode Raja Ajatashatru yang bengis (namun yang konon akhirnya bertobat dalam jalan Buddhisme), periode Raja Ashoka yang kisah hidupnya kurang lebih mirip dengan Ajatashatru (namun yang nantinya akan dikenang sebagai penyebar Buddhisme paling terkenal), periode Konsili Sangha ke-3, periode tumbuh suburnya Mahayana, periode Nagarjuna selaku cendekiawan terbesar dalam sejarah Mahayana (dan mungkin sejarah Buddhisme secara umum), periode cendekiawan generasi berikutnya seperti Aryadewa dan dua bersaudara Asanga dan Wasubandhu, periode Dignaga selaku salah satu logikawan terbesar dalam sejarah umat manusia (filsafat Dignaga merevolusi cara berfilsafat di India dan Tibet dan menjadi standar berfilsafat di kedua negeri ini dalam abad-abad berikutnya), dan aneka periode penting lainnya.

Singkat kata, membaca Sejarah Buddhisme di India adalah ibarat membaca catatan sejarah yang dituturkan oleh ‘orang dalam’ (Taranatha selaku seorang Buddhis yang mengkaji aspek historis dari Buddhisme), dan kapanpun ‘orang dalam’ – apalagi yang selevel Taranatha – mengkaji sesuatu, karya yang dihasilkan pastilah menarik dan berharga untuk dibaca.


Ketersediaan
#
Perpustakaan Universitas Buddhi Dharma Tangerang 922.943 Tar s
UBD 9057 E1
Tersedia
Informasi Detail
Judul Seri
-
No. Panggil
922.943 Tar s
Penerbit
New Delhi : Kadam Choeling., 2013
Deskripsi Fisik
xxiv, 528 hlm; 23 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
9786028888134
Klasifikasi
900
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
cet 1
Subjek
Biografi tokoh agama Buddha
Info Detail Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain

Lampiran Berkas
Tidak Ada Data
Komentar

Anda harus masuk sebelum memberikan komentar

Perpustakaan Universitas Buddhi Dharma
  • Informasi
  • Layanan
  • Pustakawan
  • Area Anggota

Tentang Kami

Pada tanggal 27 November 2014, Ketua Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio, Tangerang, Kabid Sekolah Tinggi Buddhi, Tangerang dan Koordinator Panitia Persiapan Pendirian Universitas Buddhi Dharma (P3UBD) menerima SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 604/E/O/2014 tentang perubahan bentuk Perguruan Tinggi, dari Sekolah Tinggi Buddhi menjadi Universitas Buddhi Dharma. Universitas Buddhi Dharma diresmikan pada tanggal 12 Januari 2015 oleh Walikota Tangerang, H. Arief Rachadiono Wismansyah, B.Sc., M.Kes. Bersamaan pembentukan Universitas didirikan Perpustakaan Universitas Buddhi Dharma. Untuk meningkatkan kualitas secara keberlanjutan Universitas Buddhi Dharma (UBD) dibutuhkan support system, khususnya perpustakaan yang dikelola dengan baik. Salah satunya perpustakaan yang sudah menggunakan sistem automasi perpustakaan sejak 2014, sehingga hal ini memudahkan dan meningkatkan layanan perpustakaan guna mencapai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Cari

masukkan satu atau lebih kata kunci dari judul, pengarang, atau subjek

Donasi untuk SLiMS Kontribusi untuk SLiMS?

© 2025 — Senayan Developer Community

Ditenagai oleh SLiMS
Pilih subjek yang menarik bagi Anda
  • Karya Umum
  • Filsafat
  • Agama
  • Ilmu-ilmu Sosial
  • Bahasa
  • Ilmu-ilmu Murni
  • Ilmu-ilmu Terapan
  • Kesenian, Hiburan, dan Olahraga
  • Kesusastraan
  • Geografi dan Sejarah
Icons made by Freepik from www.flaticon.com
Pencarian Spesifik
Kemana ingin Anda bagikan?